ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST PARTUM
HARI KEDUA DENGAN RIWAYAT HAEMORRHAGE POST PARTUM ( HPP )
A. Pengertian
Post
partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun
psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai
tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil
( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum
dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum
period ( minggu kedua sampai minggu ke enam)..Potensial bahaya yang sering
terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan
secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang
paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP. Menurut
Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang
terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir.
Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena
bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur.
POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan
yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital
seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan
fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB <
8 gr %.
B. Klasifikasi perdarahan.
·
Perdarahan
paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan
berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 - 24 jam pertama
setelah melahirkan.
·
Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/
secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam
minggu paska persalinan.
C. Etiologi
Penyebab
perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
·
Penyebab
perdarahan paska persalinan dini :
1.
Perlukaan
jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2.
Perdarahan
pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta,
inversio uteri.
3.
Gangguan mekanisme pembekuan darah.
·
Penyebab perdarahan paska persalinan
terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi
akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.
D. Faktor predisposisi
Beberapa
kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan
tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh
karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada
waktu persalinan :
1.
Trauma persalinan
Setiap
tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan
pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan
segera dilakukan penjahitan dengan benar.
2.
Atonia Uterus
Pada
kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi
dengan pemasangan infus. Demikian
juga harus disiapkan obat uterotonika serta pertolongan persalinan kala III
dengan baik dan benar.
3.
Jumlah darah sedikit
Keadaan
ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil,
pre eklampsia dan eklamsi.
4.
Kelainan pembekuan darah
Meskipun
jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi
dengan hati-hati dan seksama.
E. Patofisiologi
Pada
dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga
sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada
waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan
terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan
yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
F.
Gambaran
klinik
Untuk
memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga
pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda
|
Penyulit
|
Diagnosa penyebab
|
·
Uterus tidak berkontraksi dan lembek
·
Perdarahan
segera setelah bayi lahir
|
·
Syok
·
Bekuan darah pada serviks atau pada posisi
terlentang akan menghambat aliran darah keluar
|
·
Atonia uteri
|
·
Darah segar mengalir segera setelah anak lahir
·
Uterus berkontraksi dan keras
·
Plasenta lengkap
|
·
Pucat
·
Lemah
·
Mengigil
|
·
Robekan jalan lahir
|
·
Plasenta belum lahir setelah 30 menit
·
Perdarahan
segera, uterus berkontraksi dan keras
|
·
Tali pusat putus
·
Inversio uteri
·
Perdarahan lanjutan
|
·
Retensio plasenta
|
·
Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
·
Perdarahan segera
|
·
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
|
·
Tertinggalnya sebagian plasenta
|
·
Uterus tidak teraba
·
Lumen vagina terisi
|
·
Neurogenik syok, pucat dan limbung
|
·
Inversio uteri
|
G. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan umum
a.
Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b.
Pimpin
persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c.
Selalu
siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d.
Segera
lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah
dan komplikasi
e.
Atasi syok jika terjadi syok
f.
Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan
darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml
dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g.
Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi
kemungkinan robekan jalan lahir
h.
Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan
darah.
i.
Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j.
Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska
persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
2.
Penatalaksanaan khusus
a.
Atonia uteri
v
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
v Sambil melakukan pemasangan infus dan
pemberian uterotonika, lakukan
pengurutan uterus
v
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada
laserasi jalan lahir
v Lakukan tindakan spesifik yang
diperlukan :
v Kompresi bimanual eksternal yaitu
menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi
diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke
fasilitas kesehata rujukan.
v Kompresi bimanual internal yaitu
uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
v Kompresi aorta abdominalis yaitu
raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak
lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang
tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
b.
Retensio plasenta dengan separasi parsial
v
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena
berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
v
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk
mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
v
Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL
dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per
rektal.
v
Bila traksi terkontrol gagal melahirkan
plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.
v Restorasi cairan untuk mengatasi
hipovolemia.
v Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
v Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin
2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).
c.
Plasenta inkaserata
v
Tentukan diagnosis kerja
v
Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan
kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk
menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20
Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin
timbul.
v Bila bahan anestesi tidak tersedia,
lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
v Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan
sebagian plasenta tampak jelas.
v Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12,
4 dan 8 dan lepaskan spekulum
v Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali
pusat dan plasenta tampak jelas.
v Tarik tali pusat ke lateral sehingga
menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin,
minta asisten untuk memegang klem tersebut.
v Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra
lateral
v Satukan kedua klem tersebut, kemudian
sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
v Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS)
500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
v Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak
dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah
sakit rujukan
v Bila konservasi uterus masih diperlukan
dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus
v
Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan
kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi
v Lakukan bilasan peritonial dan pasang
drain dari cavum abdomen
v
Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada
tanda-tanda infeksi.
e.
Sisa plasenta
v
Penemuan secara dini, dengan memeriksa
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
v Berika antibiotika karena kemungkinan ada
endometriosis
v Lakukan eksplorasi digital/bila serviks
terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat
dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan
kuret.
v Hb
8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10
hari.
f.
Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
v
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi
laserasi dan sumber perdarahan
v Lakukan irigasi pada tempat luka dan
bubuhi larutan antiseptik
v Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan
kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
v Lakukan penjahitan luka dari bagian yang
paling distal
v Khusus pada ruptur perineum komplit
dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai
berikut :
v
Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang
busi rektum hingga ujung robekan
v
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan
jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 (
deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan
jahit dengan benang no 2/0.
v
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum
dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
v
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara
sub mukosa dan sub kutikuler
v
Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor
berikan antibiotika untuk terapi.
g.
Robekan serviks
v
Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks
yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh
kepala bayi.
v
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir
lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral
bawah kiri dan kanan porsio
v
Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek
sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi
lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari
ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
v
Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi
uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan
v Berikan antibiotika profilaksis, kecuali
bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
v Bila terjadi defisit cairan lakukan
restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah
H. Pengkajian
1.
Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20
tahun dan diatas 35 tahun
2.
Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan
lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan
berkunang-kunang.
3.
Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi
dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion,
grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan
tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep,
chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4.
Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5.
Pengkajian fisik :
v
Tanda vital :
·
Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari
90-100 mmHg)
·
Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
·
Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
·
Suhu : Normal / meningkat
·
Kesadaran
: Normal / turun
v
Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
v
Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat,
pucat, capilary refil memanjang
v
Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea (
jumlah dan jenis )
v
Kandung kemih : distensi, produksi urin
menurun/berkurang
I.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Kekurangan
volume cairan s/d perdarahan pervaginam
2.
Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam
3.
Cemas/ketakutan
s/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4.
Resiko infeksi s/d perdarahan
5.
Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.
J.
Rencana
tindakan keperawatan
1.
Kekurangan
volume cairan s/d perdarahan pervaginam
Goal :
Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana
tindakan :
1.
Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi
sedangkan badannya tetap terlentang
R/
Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah
keotak dan organ lain.
2.
Monitor tanda vital
R/
Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
3.
Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/
Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
4.
Evaluasi kandung kencing
R/
Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
5.
Lakukan
masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas
simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi
uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah
terjadinya inversio uteri
6.
Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R/
Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya
perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau
terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut
nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin
hebat, segera kolaborasi.
7.
Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena mencegah terjadinya
shock
8.
Berikan
uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/
Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
9.
Berikan antibiotik
R/
Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada
subinvolusio
10. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu
)
R/
Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.
2.
Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam
Goal : Tanda vital dan gas darah
dalam batas normal
Rencana
keperawatan :
1.
Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan
perubahan pada tanda vital
2.
Catat
perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan
keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan
cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3.
Kaji
ada / tidak adanya produksi ASI
R/
Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam
produksi ASI
4.
Tindakan kolaborasi :
v
Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar
gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )
v
Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan
untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan ).
3.
Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan
atau ancaman kematian
Goal : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya
dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1.
Kaji
respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/
Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2.
Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea,
gemetar )
R/
Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3.
Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap
mendukung
R/
Memberikan dukungan emosi
4.
Berikan
informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi
cemas dan takut yang tidak diketahui
5.
Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi
cemas
6.
Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/
Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.
4.
Potensial infeksi sehubungan dengan perdarahan
Goal : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV
dalam batas normal )
Rencana tindakan :
1.
Catat perubahan tanda vital
R/
Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2.
Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia,
kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi
terjadinya bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
3.
Monitor
involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/
Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang
berkepanjangan
4.
Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya
infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran kencing
R/
Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5.
Tindakan kolaborasi
·
Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
·
Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang
tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).
5.
Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.
Goal :
Rencana
tindakan :
1.
R/
K. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
·
Tanda
vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b.
Denyut nadi : 70-80 x/menit
c.
Pernafasan : 20 – 24
x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
·
Kadar
Hb : Lebih atau sama
dengan 10 g/dl
·
Gas darah dalam batas normal
·
Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia
mengerti tentang komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
·
Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya
dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
·
Klien
dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
·
Klien tidak merasa nyeri
·
Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan
cemasnya
Sumber Pustaka :
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB.
Lippincot Company, Pholadelpia.
Klein. S (1997),
A Book Midwives; The Hesperien
Foundation, Berkeley ,
CA .
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu
Kandungan, Gramedia, Jakarta .
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat
daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung .
Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni,
Bandung .
0 komentar:
Posting Komentar