LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah tanggapan (persepsi) panca indera tanpa rangsang dari luar diri (external). Halusinasi dapat berupa halusinasi dengar, lihat, hidu (cium), raba dan kecap. (Keliat, 1998 : 5).
Halusinasi suatu pengalaman sensorik tanpa dasar yang mencukupi dalam rangsangan luar, namun demikian pasien menentukan letak asalnya di
luar dirinya sendiri. ( Left, 1995 : 68 ).
Halusinasi akustik (pendengaran) sering berbentuk akoasma, suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat dibedakan secara tegas dan phonema, suara-suara yang terbentuk suara yang jelas seperti yang berasal dari manusia, hewan atau mesin. (RSJP Banjarmasin, 2001 : 3).
Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi terhadap rangsang dari luar yang tidak nyata dan meskipun rangsangan tidak ada, pasien seolah-olah merasakan dalam keadaan sadar. Menurut H. G. Morgan dan M. H. Morgan (1991: 42), bentuk halusinasi auditorik/pendengaran yang paling banyak yaitu 95 % dimana halusinasi pendengaran adalah mendengar suara-suara dan bunyi tanpa stimulus nyata dan orang lain.
B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Menurut Stuart dan Sundeen, (1995) halusinasi pada seseorang muncul akibat adanya dua macam faktor, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. (Keliat, 1998 : 3)
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan gangguan orientasi realitas adalah aspek biologis, psikologis dan sosial.
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak/SSP dapat menimbulkan gangguan seperti :
1) Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal, temporal, dan limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah: hambatan dalam belajar, berbicara dan daya ingat.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal, perinatal, neonatus dan kanak-kanak.
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, tidak sensitif atau bahkan terlalu melindungi. Pola asuh usia kanak-kanak yang tidak adekuat misalnya tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekosongan emosi. Konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran orangtua, aniaya dan kekerasan rumah tangga) merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi realitas seperti kemiskinan, konflik sosial budaya, kehidupan yang terisolasi disertai stres yang menumpuk.
2. Faktor Presipitasi
Umumnya sebelum timbul gejala klien mengalami hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, pengangguran, yang disertai perasaan tidak
berguna, tidak berdaya dan putus asa.
C. TANDA DAN GEJALA HALUSINASI
Manurut Keliat 1998: 96:
· Bicara, senyum, tertawa sendiri.
· Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
· Tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata
· Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi
· Sikap curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan ), takut.
· Ekspresi muka tegang dan mudah tersungging.
D. JENIS HALUSINASI
1. Halusinasi Pendengaran
Klien mendengar bunyi dan suara yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
2. Halusinasi Penglihatan
Kien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.
3. Halusinasi Penciuman
Membau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti darah, urin, atau
feces. Kadang-kadang terhidu bau harum.
4. Halusinasi Pengecapan
Merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan seperti rasa darah, urin atau feces.
5. Halusinasi Perabaan
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
6. Senestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urin.
E. PROSES TERJADINYA HALUSINASI
Menurut G.W Stuart dan S.Z Sunden (1998:328):
1. Fase I
Perasaan terpisah, cemas, kesepian, stress mengakibatkan melamun dengan fokus menyenangkan, untuk sementara masih dapat mengontrol kesadarannya mengenai pikiran tetapi intensitas meningkat.
2. Fase II
Cemas meningkat berhubungan pengalaman tentang internal dan eksternal, pikirn internal menonjol mengakibatkan halusinasi berupa bisikan yang tidak jelas, ketakutan orang lain mendengar, ketidakmampuan mengontrol pikiran.
3. Fase III
Halusinasi menonjol, pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak, perhatian terhadap lingkungan berkurang, klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
4. Fase IV
Ancaman, perintah marah yang menimbulkan rasa takut, tidak berdaya, hilang kontrol sehingga dapat menyebabkan putus hubungan dengan orang lain.
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi:
1. Melaksanakan validasi terhadap persepsi klien
2. Menghadirkan realitas
3. Menurunkan kecemasan
4. Melindungi klien dengan orang lain dari bahaya
5. Meningkatkan sistem pendukung klien agar mampu mengontrol halusinasi.
G. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HALUSINASI
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan perumusan masalah kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Data dikumpulkan dari berbagai sumber data yaitu sumber data primer (klien), sumber data sekunder seperti keluarga, teman dekat klien, tim kesehatan, catatan dalam berkas dokumen medis klien dan hasil pemeriksaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Nama, umur, tanggal masuk, tanggal pengkajian, informan, No. RM.
b. Keluhan utama/alasan masuk
Apa penyebab klien masuk RS, apa yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah klien dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi
Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien, apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak menyenangkan.
d. Aspek fisik / biologis
Ukur tanda vital, TB, BB. Tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan.
e. Aspek psikososial
1). Genogram
Pembuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan hubungan klien dengan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga.
2). Konsep diri
a) Citra tubuh
Tanyakan dan observasi tentang persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan terhadap status dan sebagai laki-laki atau perempuan.
c) Peran
Tanyakan tugas yang diemban dalam keluarga, kelompok, masyarakat dan kemampuan klien melaksanakannya.
d) Ideal diri
Tanyakan harapan terhadap tubuh klien, posisi, status, tugas/peran.
e) Harga diri
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi nomor 2 (a), (b), (c) dan penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupan klien.
3). Hubungan sosial
Tanyakan siapa orang terdekat dalam kehidupan klien, kegiatan di masyarakat.
4). Spiritual
Tanyakan nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien.
f. Status mental
1). Penampilan; penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.
2). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.
3). Aktivitas motorik; nampak adanya kegelisahan, kelesuan, ketegangan, gelisah, agitasi, tremor, TIK, grimasum, kompulsif
4). Alam perasaan; sedih, putus asa, gembira, ketakutan, khawatir.
5). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
6). Interaksi selama wawancara; bermusuhan, kooperatif / tidak, mudah tersinggung, curiga,kontak mata kurang, defensif.
7). Persepsi : Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengar, kadang suara yang didengar bisa menyenangkan tetapi kebanyakan tidak menyenangkan, menghina bisa juga perintah untuk melakukan sesuatu yang berbahaya baik diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Biasanya terjadi pada pagi, siang, sore, malam hari atau pada saat klien sedang sendiri.
8). Proses pikir; sirkumstansial, tangensial, kehilangan asosiasi, flight of ideas, bloking, perseverasi.
9). Isi pikir; obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, waham, pikiran magis, ide yang terkait.
10). Tingkat kesadaran; orientasi orang, waktu, tempat jelas, bingung, sedasi, stupor.
11). Memori; apakah klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, jangka pendek, saat ini, ataupun konfabulasi.
12). Tingkat konsentrasi dan berhitung; observasi kemampuan klien berkonsentrasi, berhitung.
13). Kemampuan penilaian; berikan pilihan tindakan yang sederhana. apakah klien membuat keputusan atau harus dibantu.
14). Daya tilik diri; apakah klien menerima atau mengingkari penyakitnya, menyalahkan orang lain atas penyakitnya.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Observasi kemampuan klien akan mandi, BAB/BAK, makan, berpakaian, istirahat, tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam dan diluar rumah.
h. Mekanisme koping
Tanyakan tentang koping klien dalam mengatasi masalah baik yang adaptif maupun yang maladaptif.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Apakah ada masalah dengan dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, dan pelayanan kesehatan.
j. Pengetahuan
Mengkaji kurang pengetahuan klien tentang penyakit jiwa, faktor presipitasi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik, obat-obatan.
k. Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien, tulis obat-obatan klien.
Pohon Masalah
2. Masalah keperawatan yang dapat terjadi :
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b. Perubahan persepsi sensori; halusinasi dengar.
c. Isolasi sosial; menarik diri.
d. Menurunnya motivasi perawatan diri.
e. Defisit perawatan diri.
f. Gangguan konsep diri; harga diri rendah
g. Koping individu tidak efektif.
h. Berduka disfungsional.
i. Perilaku kekerasan.
j. Tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik.
k. Tidak efektifnya koping keluarga; ketidaktahuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok, komunitas terhadap proses kehidupan atau masalah kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia yang mendasari intervensi keperawatan yang menjadi tanggung gugat perawat. (Keliat, 1998).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan halusinasi dengar adalah sebagai berikut :
a. Resiko perilaku kekerasan, mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi dengar.
b. Perubahan persepsi sensori; halusinasi dengar berhubungan dengan menarik diri.
c. Isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya motivasi perawatan diri.
e. Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
f. Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.
g. Resiko Perilaku kekerasan berhubungan dengan tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik.
h. Tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
i. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Rencana Tindakan Keperawatan.
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
1) Buat kontrak dengan klien; memperkenalkan nama perawat, tujuan dan waktu interaksi.
2) Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama panggilan klien, untuk menunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3) Jelaskan pada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
b. Bantu klien mengenal halusinasinya.
1) Adakan kontak sering dan bertahap.
2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; berbicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kekiri dan kanan dan seolah-olah ada teman bicara.
3) Bantu klien mengenal halusinasinya :
a) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang didengar.
b) Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
c) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh/menghakimi)
d) Katakan bahwa klien lain ada yang seperti klien.
e) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
4) Diskusikan dengan klien :
a) Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri)
5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, senang). Beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya.
c. Ajarkan cara mengontrol halusinasi.
1) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, dan lain-lain).
2) Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien jika bermanfaat beri pujian.
3) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi.
a) Katakan “saya tidak mendengar kamu” pada saat halusinasi terjadi.
b) Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
c) Mencatat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
d) Meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika tampak bicara sendiri.
4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
5) Beri kesempatan untuk melakukan cara-cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
6) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi realita, stimuli persepsi.
d. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
1) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
2) Diskusikan dengan (pada saat keluarga berkunjung dan pada saat kunjungan rumah) :
a) Gejala halusinasi yang dialami oleh klien.
b) Cara yang dilakukan klien atau keluarga untuk memutus halusinasi.
c) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama dan bepergian bersama.
d) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan; halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
e. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1) Diskusikan dengan keluarga tentang dosis, frekuensi, dan manfaat obat.
2) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
3) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan.
4) Diskusikan akibat berhentinya minum obat tanpa konsultasi.
5) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
5. Evaluasi
a. Klien mampu :
1). Memutus halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
2). Melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai jadwal yang dibuat klien.
3). Meminta bantuan keluarga.
4). Menggunakan obat dengan benar.
5). Melakukan follow up secara teratur.
b. Keluarga mampu :
1). Mengidentifikasi gejala halusinasi
2). Merawat klien di rumah; cara memutus halusinasi, mendukung kegiatan klien.
3). Menolong klien menggunakan obat dan follow up.
0 komentar:
Posting Komentar